Elizabeth Pilih Islam setelah Delapan Kerabatnya Jadi Korban Tragedi WTC 11/9



Ia masih kerap dipanggil dengan nama lahirnya, Elizabeth. Walau kini, ia telah mengganti semua dokumen resminya menjadi Safia Al-Kasaby, identitas barunya setelah menjadi seorang Muslimah.

Berita dia berpindah agama sempat menuai kontroversi di Amerika Serikat. Maklumnya, banyak hal yang tak nyambung mengapa kemudian dia menjatuhkan pilihan keyakinannya pada Islam.

Tak nyambung? Ya. Safia, 43 tahun, adalah keturunan Yahudi dan Puerto Rico. Kakeknya adalah korban Holocaust yang kemudian melarikan diri ke Puerto Rico. Mereka bersembunyi di sebuah rumah ibadah.
Dia juga mantan sersan pertama dalam Angkatan Udara AS. Dan, ini dia, Safia kehilangan delapan kerabat (satu paman dan tujuh sepupunya) dalam serangan 11 September yang mendudukkan Muslim sebagai “tersangka” pada 2001.

Namun bagi Safia, semua sambung-menyambung. Justru setelah duka Tragedi 11 September, ia mencari tahu tentang Islam. Dalam dirinya tumbuh keyakinan semakin Islam disudutkan di AS, ia merasa adalah yang salah di sana.

“Saya tidak peduli siapa yang melakukannya,” ujarnya. “Saya hanya peduli kenapa Islam tiba-tiba dibenci. Saya tidak pernah membenci Islam, atau membenci Muslim. Bagi saya untuk marah tentang apa yang terjadi pada menara kembar akan menjadi seperti saya membenci semua orang Jerman yang menewaskan orang-orang Yahudi.”

Semakin ia melahap buku-buku tentang Islam, semakin ia jatuh hati pada agama yang disiarkan oleh manusia agung, Muhammad SAW. Ia makin gelisah. Akhirnya timbul keberanian, tahun 2005 atau empat tahun setelah tragedi yang merengut keluarganya itu, ia bersyahadat.

Seperti Muslim lainnya, Safia merasa ketegangan di sekelilingnya: tatapan penasaran karena dia mengenakan jilbab atau kerudung dan penjaga toko yang tiba-tiba meminta identifikasi tambahan tiap kali ia pergi ke pusat perbelanjaan.

Bahkan pejabat di Kedutaan Besar AS di Kairo menolak permintaan awal dari calon suaminya, seorang pria asal Mesir, untuk visa sementara. Safia dianggap punya agenda tersembunyi lain dengan menikahi pria Mesir.
Agama barunya juga telah memperluas jurang antara dia dan keluarganya. Ibunya, tiga saudara perempuan dan salah satu putrinya, Sylvia, mempertanyakan pilihannya.

Sylvia bahkan ingin tak ada hubungannya dengan dia. Sylvia memarahi Safia habis-habisan ketika dia muncul di pemakaman suaminya mengenakan jilbab dan membawa Alquran.

Namun ia beruntung, satu anaknya yang lain, Natalia, mendukung pilihannya. “Agama yang dipilih mama sungguh cool,” ujarnya.

Gadis 18 tahun ini menghargai transformasi keyakinan Safia. Ia kerap tidak tahan dengan orang-orang yang mengolok-olok Islam atau stereotip Muslim. “Saya berkata,” Tunggu sebentar. ibu saya seorang Muslim,” ujarnya menirukan kalau dia memotong pembicaraan rekan-rekannya. “Dan dia bukan teroris.”

Sumber: http://www.kisahmuallaf.com/elizabeth-pilih-islam-setelah-delapan-kerabatnya-jadi-korban-tragedi-119/

Keselarasan al-Qur’an dengan Science oleh Drs. Mowo Purwito


Keselarasan al-Qur’an dengan Science
Satu fenomena yang terjadi dalam keagamaan adalah, mayoritas orang-orang non Islam yang masuk menjadi Islam (mualaf) adalah orang-orang dari kalangan intelektual, baik dalam bidang science, politik, ekonomi, kedokteran, sejarah maupun dalam bidang keagamaan itu sendiri, kalau boleh kita asumsikan, masuknya mereka ke dalam Islam adalah karena adanya sikap mau berpikir tentang kebenaran dan pintu hati mereka terbuka untuk dapat menerima kebenaran, singkatnya, mereka mau masuk ke dalam Islam adalah karena alasan adanya kebenaran dalam ajaran Islam.

Sementara itu, mayoritas orang-orang Islam yang keluar dari Islam (murtadin) adalah orang-orang awam (berpendidikan rendah) baik dalam bidang ilmu keduniaan maupun dalam bidang keagamaan, dan biasanya pula, mereka itu adalah orang-orang yang secara ekonomi berada pada level menengah ke bawah bahkan pada level terbawah, di mana keadaan tersebut seringkali menempatkan mereka berada pada tekenan hidup yang cukup tinggi, adanya paduan tingkat pendidikan yang rendah dengan tekanan kehidupan yang tinggi menyebabkan mereka mudah terbujuk, terayu dan terintimidasi untuk keluar dari Islam, singkatnya, mereka keluar dari Islam tidaklah karena mereka telah menemukan kebenaran dalam ajaran agama yang baru akan dipeluknya.

Kisah masuk Islam-nya Bapak Drs. Mowo Purwito Rahardjo Dip HRD, STh berikut akan memberikan gambaran tentang fenomena tersebut, beliau adalah intelektual dalam bidang theologi keagamaan, mengetahui sedikit science dan mengetahui alasan alasan orang-orang Islam yang keluar dari Islam. Semoga kisah beliau tersebut dapat memberikan wacana baru dan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Amin.

Bermula dari mengajar Islamologi

Tidak ada firasat, tidak ada gambaran sedikitpun dalam benak ini bila akhirnya saya menjadi seorang muslim, semua berjalan bagai air yang mengalir begitu saja.

Sebelumnya, saya adalah dosen sosiologi agama di sebuah seminari Alkitab Nusantara dan beberapa seminari di Indonesia, hingga suatu ketika DR. Wagiono Ismail, dosen Islamologi di tempat saya mengajar, meninggal dunia, karena tidak ada dosen pengganti maka pihak Seminari memutuskan saya untuk menggantikan DR. Wagiono Ismail mengajar Islamologi.

Mau tidak mau, saya harus belajar tentang ke-Islaman lebih jauh dan mendalam, tentu saja bukan untuk mencari kebenaran, melainkan hanya untuk keperluan mengajar dan perbandingan belaka.

Maka saya beli buku-buku tentang ke-Islam-an yang layak untuk diajarkan kepada mahasiswa-mahasiswa saya. Sebelum saya mengajarkan Islamologi, rektor tempat saya mengajar berpesan, bahwa mata kuliah Islamologi harus diajarkan secara komparatif, artinya hanya sebagai studi banding antara Islam dan Kristen, sayapun berpikir keras bagaimana membandingkan ajaran Islam yang luas dengan mata kuliah yang hanya dua SKS.

Akhirnya, saya mengfokuskan pada tiga pembahsan pokok, yaitu :

  1. Konsep Ketuhanan (Theos)
  2. Konsep Kemanusiaan (Antrophos)
  3. Konsep Alam semesta (Cosmos)

Saya mulai mendalami perbandingan ketiga konsep tersebut dalam agama Islam dan Kristen, dan akhirnya saya menemukan perbandingan yang sangat mencolok bahkan bertentangan antara ketiga konsep dalam agama Kristen dengan ketiga konsep tersebut dalam agama Islam.

Pertama, tentang konsep ke-Tuhan-an, dalam agama Kristen Tuhan itu Transenden dan Imanen, Transenden artinya Tuhan itu jauh berada di luar alam semesta , Imanen artinya Tuhan itu berada dalam alam semesta, atau ikut dalam proses yang ada dalam alam semesta hadir-, singkatnya Tuhan jauh berada di luar alam tetapi hadir di dalamnya, Dia sangat berkuasa dan hadir di mana-mana, tetapi karena Tuhan terlalu jauh, maka Ia punya inisiatif yang baik, Dia rela menurunkan dirinya menajdi manusia sebagai sosok Yesus agar dapat berinteraksi dengan manusia, inilah yang kemudian di sebut teori REINARNASI. Tuhan yang baik ini juga rela mengorbankan dirinya untuk menebus dosa-dosa manusia di kayu.

Konsep ke-Tuhan-an dalam Kristen tersebut akhirnya saya bandingkan dengan 20 sifat Allah yang ada dalam Islam, Di dalam Islam disebutkan Allah itu mukhalafatuhu lil hawadits, Artinya Allah itu mustahil serupa dengan makhuknya, karena Allah itu sanagt Suci dan sangat berkuasa, tidak mungkin Allah itu akan merubah dirinya menjadi manusia, kenapa Allah yang begitu sangat berkuasa harus merubah dirinya menjadi manusia ?

Kedua, tentang konsep ke-manusia-an, dalam ke-Kristen-an disebutkan bahwa manusia sudah dalam keadaan berdosa sejak dilahirkan, di mana dosa tersebut adalah sebagai warisan dari adam yang telah jatuh dalam dosa, di mana dosa tersebut tidak akan pernah putus dari generasi ke generasi. Yang bisa memutus hanyalah iman kepada Yesus sang penebus dosa yang mati di kayu salib.

Dosa warisan/turunan tersebut menjadi persoalan yang cukup janggal, bagaimana seorang bapak harus mewariskan dosa kepada anaknya?.

Berbeda dengan konsep ke-manusia-an dalam Islam, di mana disebutkan bahwa manusia dalam keadaan fitrah ketika dilahirkan, seperti kertas putih yang tidak ada noda setitikpun, hal ini rasioanl, kenapa ? Allah menciptakan manusia dalam keadaan suci, karena manusia ketika dilahirkan memang belum berbuat dosa setitikpun, tidak adil kalau seorang bayi yang tidak tahu apa-apa tiba-tiba harus menanggung dosa yang sama sekali tidak diperbuatnya. Dosa tidaknya seorang manusia adalah akrena perbuatannya sendiri, dalam psikologi sosial, hal ini disebut sebagai stimulus respons, bila rangsangan dari luar baik, maka seseorang akan tetap baik dengan sendirinya, sebaliknya akan menyebabkan seseorang berbuat tidak baik.

Ketiga, tentang konsep alam semesta, dalam Al-kitab, terdapat kejanggalan-kejanggalan dalam teori kejadian misalnya bagaimana terjadi siang dan malam dan terdapat tumbuh-tumbuhan padahal matahari belum diciptakan, bukankah tidak akan ada siang dan malam dan tidak akan ada tumbuh-tumbuhan bila tidak ada matahari ?. Dalam Al-qur’an lebih mampu mengungkap-kan fakta-fakta semacam itu. Misal proses kelahiran bayi dari rahim hingga keluar dari rahim dijelaskan sejelas-jelasnya, sementara dalam Alkitab tidak ada. Subhanallah , sungguh luar biasa! Al-qur’an sangat scientific (ilmiah) dan tidak bertentangan dengan nalar.

Islam Pesat Di Eropa

Perbandingan yang saya telaah, khususnya dalam teori tentang kosmos, saya coba hubungkan dengan berkembangnya Islam di Eropa. Kenapa Islam berkembang pesat di Eropa sementara di Asia bergerak secara statis. Ternyata setelah membaca banyak hal, saya menyimpulkan ada tiga hal yang membuat islam berkembang pesat di Eropa.

Pertama, orang Barat setelah melihat Islam dalam perspektif science, itu lebih tergugah menjadi muslim daripada melihat Islam dari sisi tradisional kultural. Cara berpikir Barat yang rasional cocok dengan Al-qur’an yang ternyata mengungkap fakta-fakta science yang lebih rasional.

Kedua, Islam berkembang di Eropa karena black muslim. Kenapa orang kulit hitam menjadi muslim? Ternyata, ketika dia menjadi bagian komunitas di gereja, diskriminasi itu masih terjadi. Tetapi dalam Islam diskriminasi tidak ada, mereka punya kesempatan menjadi imam, khatib atau apapun.

Ketiga, Islam berkembang di Eropa disebab-kan orang Kristen sendiri yang meragukan eksistensi Alkitab, yakni Alkitab yang mereka gunakan sekarang ini adalah kitab-kitab yang penentuan untuk digunakan baru terjadi setelah 3 abad masa Yesus berdakwah dan itupun harus membuang kitab-kitab lain yang jumlahnya puluhan bahkan dapat mencapai di atas seratus, dan penentuan kitab-kitab yang digunakan itupun tidak terlepas dari muatan politis karena tidak terlepas dari kebijakan kaisar yang berkuasa saat itu.

Terbukti setelah penentuan tersebut banyak di-temukan kitab-kitab yang secara arkeologis mempunyai nilai yang sangat tinggi namun tidak digunakan oleh gereja karena isinya tidak sesuai dengan doktrin gereja saat ini.

Bila kemudian gereja tidak mau Alkitab yang sekarang dipakai digugat, itu sangat maklum, karena untuk menjaga sakralitas Alkitab itu sendiri, karena kalau Alkitab tidak sakral lagi, bagaimana nanti nasib umat Kristen ?

Masuk Islam

Adanya keselarasan al-Qur’an dengan science dan adanya ketidak selarasan Alkitab dengan science, juga karena njlimetnya konsep ketunggalan Tuhan dalam Kristen, hingga menjelaskan kepada orang Kristen saja sulitnya setengah mati apalagi kepada orang Islam pasti sampai matipun tidak akan paham, berbeda dengan konsep ketunggalan Tuhan dalam Islam, yang anak umur 5-6 tahun saja sudah dapat memahami begitu juga orang di luar Islam, hal tersebutlah yang akhirnya mendorong saya untuk memeluk Islam tepatnya 16 September 2006 di forum Arimatea Malang.

Rintangan sebagai Muallaf

Sebagai manusia, tentu sangat logis bila dalam hidup ini kita menghadapi resiko, begitu juga ketika saya memutuskan untuk memeluk agama Islam, teror atau ancaman serius, teguran dan nasehat kerap kali saya terima, baik dari jemaat geraja maupun dari sebuah partai Kristen, kebetulan saya menjadi pengurus inti sebuah partai Kristen di Malang, namun dari kalangan majelis gereja dan akademis tidak begitu nampak, juga tidak ada rintangan dari keluarga.

Bagi saya, demi kebenaran hakiki memang harus berkorban, bahkan segala fasilitas yang selama ini saya peroleh dan akan saya peroleh harus saya tinggalkan, rencana ke Amerika sekeluaraga selama 4 tahun, dan kandidat Master Theologi Seminari Alkitab Nusantara yang seharusnya wisuda Februari 2007 juga saya tinggalkan demi mencapai kebenaran dalam Islam.

Seharusnya Seperti Barat Memandang Islam

Islam yang selaras dengan nalar dan sempurna, sayangnya dikotori oleh ulah beberapa orang Islam sendiri, seperti pengalaman saya ketika berkunjung ke keluarga seorang kyai terkenal, ketika anak saya bermain-main ke belakang rumah pak kyai, anak saya kaget bukan main ketika pak kyai tersebut marah-marah kepada pembantunya dengan perkataan yang sangat tidak layak untuk didengar.

Dari situ anak saya menilai bahwa Islam itu jahat, anak saya mengambil kesimpulan dari fenomena kecil yang tidak mewakili ajaran Islam itu sendiri tetapi anak saya mengeneralisir begitu saja.

Sayapun akhirnya mencoba menjelaskan kepada anak saya, bahwa jangan melihat orangnya, tetapi lihatlah ajrannya, Sebab, manusia di agama manapun ada yang baik dan ada yang jahat.

Tapi apa yang dilakukanoleh anak saya adalah secara umum juga dilakukan oleh umat Kristen, yang menilai Islam sekarang ini tidak dari dimensi ajarannya secara langsung, tetapi menilai Islam dari dimensi pemeluknya, artinya, kalau ada orang Islam yang jahat, amburadul maka diblowup Islam memang jahat dan amburadul.

Paradigma ini harus diubah, Islam harus dilihat seperti orang Barat melihat Islam dari perspektif normatif Science, sehingga mereka dapat melihat kebenaran, kemuliaan dan keindahan ajaran Islam itu sendiri.

Waspada

Sebagai mantan misionaris, saya ingin menyampaikan kepda teman-teman semua mengapa banyak orang Islam dari kalangan grassroot (baca: menengah bawah) yang murtad menjadi Kristen. Sebenarnya bukan persoalan ekonomi saja, tetapi persoalan bagaimana mereka (Kristen) meruntuhkan keyakinan kita.

Tentu saja yang mejadi sasaran empuk adalah orang-orang Islam yang awam terhadap agamanya, seperti misalnya kalau akidah kita di utak-atik oleh mereka, katanya Islam itu rahmatan lil alaman, tetapi mengapa dalam al-Qur’an utamanya surat-surat yang turun di Madinah secara ekslusif ditujukan kepda orang-orang yang beriman saja yaa ayyuhalladziina aamanuu-, bukankah hal itu berarti Islam hanya untuk orang-orang yang beriman saja dan bukan untuk seleruh alam ?

Tentu saja hal-hal sepele semacam dapat menjadi hal yang besar bagi orang awam, oleh karena itu, kita harus memperhatikan saudara-saudara kita yang awam baik dari sisi akhirat maupun dari sisi dunianya.

Wallahu a'lam bish shawab


Sumber: http://www.kisahmuallaf.com/drs-mowo-purwito-keselarasan-al-quran-dengan-science/

Makan Kurma Ajwa di Pagi hari, Insya Allah Terhindar dari Pengaruh Sihir dan Penyakit


Siapapun yang  pagi pagi  memakan 7 buah kurma ‘Ajwah, maka pada hari itu dia tidak akan mudah keracunan dan terserang penyakit.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Buah kurma adalah sejenis tanaman palem atau dalam bahasa latin dikenal sebagai phonex dactylifer yang berbuah dan boleh dimakan, baik ketika sudah masak maupun mentah. Berdasarkan penelitian ilmiah dari para ilmuwan, buah kurma sangat kaya akan protein, serat gula, vitamin A dan C serta mineral berupa zat besi, kalsium, sodium dan potasium. Kandungan protein yang ada di dalam buah kurma yaitu sebesar 1.8 – 2.0%, sedangkan serat sebanyak 2.0 – 4.0% dan gula sebesar 50 – 70% glukosa.

Dengan kandungan gula tersebut, buah kurma mampu memberi tenaga tambahan bahkan untuk orang yang berbuka puasa sehingga ia bisa merasa segar dan bertenaga kembali untuk beribadah tanpa merasa letih atau mengantuk. Biasanya, bagi yang merasa letih dan mengantuk disaat melaksanakan shalat malam disebabkan karena makanan yang dikonsumsi kebanyakan mengandung karbohidrat yang tidak menyediakan tenaga instant (tambahan). Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, buah kurma adalah jawabannya.

Kenapa ? Sebab, sebagaimana penelitian yang dilakukan Badan Kesahatan Dunia (WHO), zat gula yang ada didalam kurma itu berbeda dengan gula pada buah-buahan lain seperti gula tebu atau gula pasir yang biasa mengandung sukrosa dimana zat itu langsung diserap kedalam tubuh. Hal ini membuat gula itu harus dipecahkan terlebih dahulu oleh enzim sebelum berubah menjadi glukosa. Sebaliknya, kurma tidak membutuhkan proses demikian.

Sementara potasium yang ada di dalam buah kurma berguna untuk mengatasi masalah stress, sembelit dan lemah otot. Tidak hanya itu, berkat zat besi dan kalsium yang ada pada kurma, orang bakal terhindar dari penyakit yang beresiko tinggi seperti penyakit jantung dan kencing manis.

Berdasarkan asbabul wurud (sebab-sebab turunnya suatu hadist) disebutkan dulu Nabi Muhammad s.a.w kalau berbuka puasa yang dimakan adalah kurma. Kurma yang dimakan itu diberi nama Kurma Ajwa (ajua). Ceritanya, pada saat itu Ajwah adalah nama anak dari sahabat Salman Alfarisi, orang persia  yang akhirnya masuk Islam. Dia mewakafkan lahan kurmanya untuk perjuangan Islam. Untuk mengenang jasa-jasanya itu, akhirnya Rasul menamakan kurma yang dimakannya saat berbuka puasa sebagai kurma ajwa merunut pada nama anak sahabat Salman Al Farisi . Itulah alasannya kenapa, akhirnya kurma ajwa disebut juga sebagai kurma nabi.

Bahkan, dalam hadist yang lain Beliau sendiri sempat menyatakan, “Rumah yang tidak ada kurmanya seperti rumah yang tidak ada makanan.” Perkataan Rasullah tersebut menunjukan betapa pentingnya manfaat kurma untuk kesehatan tubuh kita. Sehingga, setiap keluarga mesti menyimpan kurma sebagai penganan wajib dirumahnya. Oleh karena itu, kita seharusnya memakan buah kurma bukan hanya dibulan puasa saja, tapi juga menjadikan kurma makanan sehari-hari. Entah itu dimakan pagi hari sebagaimana yang pernah dianjurkan Nabi diatas atau sebagai makanan ringan ketika sedang santai.

Dengan cara begini, kita tidak hanya mendapatkan kesehatan tubuh tapi juga memperoleh pahala karena menjalankan sunnah Rasullah s.a.w. Wallahu’alam bil shawab.

Sumber: http://www.eramuslim.com/emarket/konsumsi-kurma-ajwa-pada-pagi-hari-hindari-pengaruh-sihir-dan-penyakit.htm#.UmOUSKKVOSo

Ketut Abdurrahman Masagung, Mengukuti Jejak Ayah yang Menjadi Muallaf


Ketut Abdurrahman Masagung, Mengukuti Jejak Ayah yang Menjadi Muallaf
September 1990, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-63, suatu ‘kado’ paling berharga diterima Masagung (Pendiri gunung Agung) dari Sang Maha Pencipta. Kado itu adalah masuk Islamnya anak ketiga Masagung, Ketut Masagung. “Saya mendapatkan hadiah yang sangat besar dari Allah SWT, yaitu telah dibukakan oleh Allah hati anak saya yang ketiga untuk memeluk Islam.

Inilah suatu hadiah yang tidak ternilai besarnya,” ujar Masagung ketika itu. Dengan dibimbing tokoh Islam, Dr Imaduddin Abdurrahim, Ketut mengucapkan dua kalimat syahadat di Masjid Al A’raf, Jakarta. Namanya mendapat tambahan Abdurrahman. Jadilah Ketut Abdurrahman Masagung, satu-satunya anak Masagung yang mengikuti jejak ayahnya.

Yang lain, Oka Masagung dan Putra Masagung, masih pada agama lamanya. Berbeda dengan Oka dan Putra yang kini lebih banyak bermukim di Amerika untuk berbisnis, Ketut memfokuskan peninggalan ayahnya di bidang bisnis di dalam negeri.

Bagi Masagung, kado ultah itu tak ternilai harganya. Ia menjadi kekuatan dan spirit baru dalam perjuangannya menegakkan dan mengembangkan Islam di Indonesia. Spirit itu pula yang ia wariskan dan diharapkan dapat dilanjutkan realisasinya kepada penerusnya, Ketut Masagung. Karena itulah, usai menyaksikan pengucapan dua kalimat syahadat Ketut, sebagaimana dikutip dalam buku Syahadat Ketut Masagung, salah seorang tokoh pembauran etnis Cina ini mewasiatkan kepada anaknya dua hal berharga, Alquran dan Hadis. “Dua pusaka ini harus menjadi pegangan utama hidupmu,” kata Masagung.

Keterlibatan Haji Masagung dalam aktivitas dan pengembangan Islam di Indonesia sesungguhnya bukanlah hal baru. Setidaknya, sejak dirinya berikrar kepada Islam pada 1975, Masagung banyak terlibat dalam kegiatan keislaman. Namun demikian, keterlibatan itu diakuinya belum maksimal mengingat waktunya yang banyak disita untuk urusan bisnis.

Barulah pada 1985, ketika secara resmi estafet kepemimpinan Gunung Agung Grup ia serahkan kepada ketiga putranya, Oka, Ketut, dan Putra, Masagung menghabiskan waktunya untuk dakwah dan pengembangan Islam serta aktivitas sosial kemasyarakatan.

Soal keterlibatan ini diakui aktivis Islam, Imaduddin Abdurrahim, yang juga teman dekat Masagung. “Segala yang dilakukannya atas dasar ikhlas. Itu nilai yang selalu dia pegang,” ujar Imaduddin kepada Republika.
Bang Imad, demikian ia biasa disapa, menambahkan bahwa peranan Masagung dalam pengembangan dan dakwah Islam sangatlah nyata. Ia mencontohkan, pembangunan Masjid Raya Al A’raf di Kwitang, Jakarta (menghabiskan dana sekitar Rp 9 miliar), pembangunan lima lantai toko buku pusat Gunung Agung di Kwitang, dua lantai pertama dan kedua khusus diperuntukkan untuk masjid –lantai bawah untuk pria, dan lantai 2 untuk wanita– serta beberapa panti asuhan oleh Masagung, adalah bukti nyata itu.

“Sebelum wafat, kepada saya, Masagung juga bercerita bahwa ia ingin membangun Pusat Islam dan Informasi terpadu di Jagorawi. Di dalamnya ada masjid, pesantren, sekolah, dan perpustakaan. Lahannya sudah ada, tinggal realisasi pembangunannya. Sayang, cita-cita mulia itu tak direalisasikan oleh generasi penerusnya. Padahal ini salah satu wasiat yang ia berikan kepada anaknya,” ujar Bang Imad.

Upaya memajukan Islam dan mencerdaskan pendidikan bangsa memang menjadi agenda utama Masagung. Dua agenda besar itu dikemas Masagung dalam “Proyek Mengharumkan Islam”. Proyek itu sebagian memang telah tercapai, yakni dengan mendirikan Masjid Al A’raf dan Pusat Informasi Islam (PII) pada 27 November 1987 di bawah naungan Yayasan Masagung. Untuk membangun PII ini, menurut catatan Junus Jahja (Lauw Chuan Thao), tokoh pembauran Cina dan salah seorang penasihat MUI Pusat, Haji Masagung menghabiskan sekitar 1,5 juta dolar AS. Dalam PII terdapat perpustakaan, penerbitan berkala, penelitian dan audio visual, koleksi Alquran dan kita-kitab klasik, serta komputer. Namun demikian, sebagian gagasan besarnya belum terlaksana. Kehendak Allah ternyata mendahului cita-cita besarnya.

Betapapun saham mencerdaskan bangsa dan syiar Islam yang dikemas Masagung dalam ‘Proyek Mengharumkan Islam’ tersebut telah memberi andil besar kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti dituturkan Junus Jahja, bagi Masagung mencerdaskan pendidikan bangsa sangat penting. “Dia menilai, yang paling penting bagi bangsa ini setelah meraih kemerdekaannya adalah kecerdasan bangsa.

Karena itulah, sembari berbisnis, Masagung juga mencurahkan sebagian rezekinya itu untuk pendidikan bangsa, dengan buku-buku yang diterbitkannya serta yayasan sosial dan pendidikan yang ia dirikan,” jelas Junus kepada Republika.

Junus Jahja, yang juga anggota Dewan Penasihat ICMI Pusat ini, dalam buku terbarunya Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya (Gramedia, Desember, 2002) menulis, bahwa pendirian toko buku Wali Songo yang juga difungsikan sebagai Islamic Centre sekaligus pengelola Masjid Al A’raf, juga dalam rangka proyek tersebut.

Proyek raksasa di Citeureup, Bogor, yang belum sempat diwujudkan, kata Junus, juga bagian dari ‘Mengharumkan Agama Islam’. Dedikasinya yang besar terhadap agama Islam dan kecerdasan bangsa Indonesia inilah yang membuat Gerhard Mayer Siagian menilai Masagung sebagai seorang reklamator buku-buku Islam dalam rangka arts keislaman, serta promotor dan dokumentator dalam perkembangan Islam modern.

Sebagai dai, Masagung juga kerap turun ke lapangan berdakwah bahkan sampai di daerah-daerah terpencil sekalipun.

Misalnya ketika ia ceramah di kawasan Cibeureum, Cisarua, ia begitu bersemangat menyambut anak-anak kecil dan penduduk setempat yang menjemputnya.

“Assalaamu’alaikum,” sapa Masagung kepada para penjemputnya tersebut. Seorang dai, bagi Masagung, juga tak berarti melupakan nasionalisme. Kiprahnya dalam dunia perbukuan dan mencerdaskan bangsa, tak peduli dari mana asal suku dan agamanya, adalah bukti.

Ia bukan pejuang kemerdekaan, tetapi ia mencurahkan tenaga, dana, dan pikiran untuk pelestarian nilai-nilai perjuangan itu melalui perbukuan dan dokumentasi,” ujar AH Nasution dalam buku Haji Masagung, Telah Tiada Tapi Roh Jihadnya Hidup Sepanjang Masa.

Sebagai seorang Muslim keturunan, Masagung tak berarti pula ‘menjauh’ dari warga keturunan Cina sejak diri
nya masuk Islam. Pergaulan baik, sebagaimana ditegaskan Junus Jahja, tetap ia pelihara. Bila di kalangan keturunan, ia hanya berdakwah terhadap mereka yang beragama Islam. “Misalnya melalui wadah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).

Tapi di luar itu, Masagung tidak melakukan dakwah,” kata Junus. Begitu pun ia tidak berpihak terhadap satu golongan. Ini diwujudkannya dengan tidak masuknya Masagung dalam salah satu ormas keagamaan, semisal NU atau Muhammadiyah. Ia merasa dengan posisi bebas, tak bergolongan, lebih leluasa dalam menyampaikan dakwah.

Namun demikian, satu hal menarik dari sisi pemikiran keislaman, bahwa dilihat dari segi sikap dan kiprahnya, banyak sifat dan sikap keberagamaan pemikir Islam klasik, Ibnu ‘Arabi, pencetus konsep Wahdatul wujudnya itu terefleksikan dalam diri Masagung sebagaimana lazimnya kehidupan kaum mistis.

Misalnya, keinginan Masagung melaksanakan haji tidak hanya sekali. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dia merasakan simbol spiritual Mekkah sebagai markaz al ruhi wa al fikr (pusat spiritualitas dan pemikiran) yang dimaksudkan Ibnu ‘Arabi. Ketenangan hati dan kenikmatan batin yang diperolehnya sebagaimana diceritakannya dalam pengalaman haji, menjangkau futuhat yang dimaksud Ibnu ‘Arabi.

Di sisi lain, keinginannya untuk selalu dekat dengan orang-orang yang bertakwa dan beramal shaleh dianggap sebagai salah satu upaya kebersamaan menuju insaan kaamil (manusia sempurna). Haji Masagung menghimpun orang-orang seperti ini dalam satu kata yang dianggapnya sedang menuju atau telah memperoleh ma’rifah.

Dalam konteks ini pula, ada kemungkinan masjid yang didirikan dan dikelolanya didasarkan pada pandangan ini, dan disebutnya sebagai Al A’raf, jamak dari al a’rif, orang yang memperoleh kearifan.

Sementara itu, rasa kerinduannya pada keagungan dan pusat spiritual Masjidil Haram di Mekkah, disublimasikan dengan Masjid Agung Al A’raf di pusat ibukota, namun tidak mengurangi kesan keramahan dan kejernihan hati dari lokasi induk (Makkiyyah) yang dimaksudkan Ibnu ‘Arabi.

Penguasaan Masagung pada makna nama-nama Allah, dan yang sering mengucapkan semua milik Allah, selalu hadir dalam percakapannya setiap hari. Disadari atau tidak, Masagung telah larut dalam salah satu ajaran Ibnu ‘Arabi untuk tidak layak menyebut: Untukku, Padaku, Hartaku, tetapi: Untuk Allah, Pada Allah, dan Harta Allah.

Kata-kata Allah hampir bergaung dalam sederetan percakapannya, yang mengingatkan kita pada konsep One is all, All is one dari paham Wahdatul Wujud-nya ‘Arabi.

Dan kini, Haji Masagung yang wafat pada September 1990 dan peraih beberapa penghargaan internasional berkaitan kiprahnya terhadap Islam, Insya Allah, akan menjemput semua itu. Semua yang telah ia perbuat.

Sumber: http://www.kisahmuallaf.com/ketut-abdurrahman-masagung-mengukuti-jejak-ayah-yang-menjadi-muallaf/

Ahmad Thomson : Jika Yesus adalah Tuhan yang Disalib, Siapa yang Menghidupi Surga dan Dunia?


Ahmad Thomson : Jika Yesus adalah Tuhan yang Disalib, Siapa yang Menghidupi Surga dan Dunia?

Pemilik nama kecil Martin Thomson ini dikenal sebagai pengacara terkemuka di Inggris. Ia juga mengetuai Wynne Chambers, badan hukum Islam yang didirikannya pada 1994.

Berislam 38 tahun lalu, Thomson meyakini cara terbaik mengamalkan ajaran Islam adalah memahami dan meneladani sumbernya, yakni Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. “Seperti pepatah yang mengatakan bahwa semakin dekat kita pada sumber mata air, semakin murni air yang kita minum,” ujar pria kelahiran Afrika ini.

Dilahirkan di Rhodesia Utara (sekarang Zambia), Thomson menempuh pendidikan dasar serta menengahnya di Rhodesia Selatan (sekarang Zimbabwe). Masa awal hidupnya, ia lalui di daerah-daerah terpencil Afrika yang kala itu belum tersentuh peradaban modern, seperti listrik, gas, dan saluran air bersih.

Lahir dan besar di Afrika, Thomson muda merasa tidak puas pada ajaran Kristen. Ia mulai mempertanyakan banyak hal seperti, “Jika setiap manusia itu sama di hadapan Tuhan, lalu mengapa kaum Afrika kulit putih seperti dia harus beribadah di gereja yang berbeda dengan kaum kulit hitam?”

Pertanyaan lain yang kerap mengganggunya sebagai pemeluk Kristen adalah soal ketuhanan Yesus. “Jika Yesus adalah Tuhan, kepada siapa dahulu ia berdoa? Jika Yesus adalah Tuhan dan disalib, lalu siapa yang menghidupi surga dan dunia? Pertanyaan itu tak pernah terjawab selama aku memeluk ajaran Kristen,” ujar lulusan Exeter University, Inggris, ini.

Ketika berusia 12 tahun, Thomson sampai pada satu titik di mana ia memercayai Tuhan dan Yesus. “Hanya saja, aku tidak yakin pada gereja.” Terhenti pada berbagai pertanyaan itu, Thomson mulai membaca apa pun dan memikirkan kehidupan yang dijalaninya sejauh itu. Ia mengunjungi berbagai kelompok spiritual dan mencoba meditasi selama beberapa bulan. “Itu menenangkan, tapi sama sekali tak mengubah gaya hidupku.”

Hingga akhirnya, Thomson bertemu Syekh Abdalqadir as-Sufi (tokoh tarbiyah, penggagas Gerakan Dunia “Murabitun”). Pertemuan itu menjadi awal perkenalannya dengan Islam, agama yang tak pernah terpikirkan oleh Thomson sebelumnya.

Saat berbicara dengan Syekh Abdalqadir dan mendengarkan berbagai hal yang disampaikannya, Thomson merasa telah menemukan jalan menuju transformasi yang ia butuhkan. “Sejak itu, perlahan aku menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang memenuhi otakku,” katanya. Thomson pun rutin mengunjungi pusat kajian Islam Syekh Abdalqadir. Ia juga membaca The Book of Stranger yang ditulis Sang Syekh.

Thomson mantap mengakhiri pencariannya pada 13 Agustus 1973. Ia pun mengikrarkan syahadat dan berhaji empat tahun kemudian. Sepulang haji, ia menyelesaikan pelatihannya sebagai pengacara. Lalu, pada 26 Juli 1979, ia dipanggil ke Pengadilan England & Wales dan mulai meniti karier di bidang advokasi dan hukum Islam.

Thomson pertama kali memperoleh perhatian publik pada 2001, saat tampil dalam sebuah film dokumenter berjudul My Name is Ahmed yang menyabet sebuah penghargaan. Ia pun tampil di film dokumenter lainnya, Prince Naseem’s Guide to Islam. Kedua film itu ditayangkan di BBC2 pada Agustus 2001. Setelah itu, wajahnya kerap mewarnai layar kaca dalam berbagai program, terutama program-program Islam.

Kini, hari-harinya diisi dengan aneka kegiatan keislaman, mulai dari memberikan ceramah rutin tentang Islam di berbagai wilayah di Inggris, menulis untuk Jurnal al-Kala, sampai menjadi kontributor tetap dalam konferensi lintas agama yang digelar setiap tahun di Masjid Regents Park dan Pusat Kebudayaan. Beberapa buku karyanya yang cukup menggemparkan dan sangat sulit dicari terjemahannya , buku yang membongkar apa dan bagaimana  konspirasi Yahudi di dunia ini yang berjudul , yaitu Dajjal the Anti Christ  (bbrp/ROI/Eramuslim/HK)

Sumber: http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/ahmad-thomson-jika-yesus-adalah-tuhan-dan-disalib-siapa-yang-menghidup-surga-dan-dunia.htm#.UmOIaaKVOSo

Luna Cohen, Wanita Yahudi yang Masuk Islam


Luna Cohen, Wanita Yahudi yang Masuk Islam
Luna Cohen, lahir di kota Tetouan, Maroko dari keluarga Yahudi. Pada usia 16 tahun, ia sudah meninggalkan rumah rumah keluarga di Maroko untuk melanjutkan sekolahnya di sekolah khusus perempuan Bet Yaakov di Washington Heights, Manhattan, Amerika Serikat. Bet Yaakov adalah sebuah sekolah Yahudi Ortodoks yang dikenal rasis.

Usia 18 tahun ia memutuskan menikah lelaki yang sampai saat ini menjadi suaminya. Sejak menikah, Luna dan suaminya sampai tiga kali berpindah tempat tinggal di apartemen yang ada di Brooklyn, New York karena ia dan suaminya merasa tidak pernah bahagia tinggal di lingkungan masyarakat Yahudi di tempat tinggalnya. Pasangan suami isteri itu kemudian memutuskan untuk membangun masa depan di Israel. Luna beserta suami yang ketika itu sudah dikaruniai empat anak, akhirnya pindah ke Israel.

Ketika tiba di Israel, Luna dan keluarganya tinggal pemukiman Yahudi, Gush Qatif di wilayah Jalur Gaza. Luna mengaku menjalani masa-masa yang berat karena melihat “cara hidup” orang-orang Yahudi di tempat tinggalnya itu dan meminta pada suaminya agar mereka pindah saja ke Netivot, yang terletak sekitar 23 kilometer ke arah utara di wilayah pendudukan Israel di Palestina.

Di tempat itu, Luna lagi-lagi menyaksikan kehidupan masyarakat Yahudi Israel yang disebutnya tidak berpendidikan. “Mungkin cuma satu dari sejuta anak yang berperilaku baik,” kata Luna. Ia menyaksikan bagaimana orang-orang Yahudi di Netivot, sama seperti di pemukiman Yahudi Gush Qatif, membenci orang-orang yang bukan Yahudi yaitu orang-orang Arab Palestina.

“Kami melihat tindakan mereka sebagai tindakan mereka yang buruk dan mau menang sendiri. Pada titik ini, saya dan suami tidak sepakat dengan sikap orang-orang Yahudi itu,” ujar Luna.

Hingga suatu hari suami Luna yang juga Yahudi tapi sekuler, pulang ke rumah dan mengatakan bahwa baru saja membaca al-Quran dan memutuskan untuk masuk Islam. Luna tidak tahu, bahwa suaminya selama ini banyak mempelajari Islam lewat dialog yang dilakukannya dengan seorang Muslim asal Uni Emirat Arab yang dijumpainya saat masih tinggal di pemukiman Gush Qatif. Selama dua tahun suami Luna dan kenalan Muslimnya itu berdiskusi tentang Yudaisme dan Islam.

Mendengar pernyataan suaminya ingin masuk Islam, Luna mengaku sangat-sangat syok. “Karena dalam Yudaisme, kami selalu diajarkan untuk membenci agama lain,” kata Luna yang sebenarnya mempertanyakan ajaran yang dinilainya “mau menang sendiri” itu.

Tapi sang suami cukup bijak dan mengatakan bahwa Luna boleh tetap memeluk agama Yahudi jika tidak mau masuk Islam, karena dalam Islam, seorang lelaki Muslim boleh menikah dengan perempuan ahli kitab. Suami Luna pun masuk Islam dan memakai nama Islam Yousef al-Khattab.

Dua minggu setelah suaminya masuk Islam, Luna tertarik untuk membaca al-Quran dan ketika ia membacanya, Luna merasa semua pertanyaan yang mengganjal di kepalanya terjawab semua dalam al-Quran. Luna lalu menyusul suaminya mengucapkan dua kalimah syahadat dan menjadi seorang Muslimah. Luna memilih nama Qamar sebagai nama Islamnya.

Karena situasi yang tidak memungkinan buat mereka untuk tinggal lebih lama wilayah Israel, keluarga mualaf itu lalu memutuskan pindah ke Maroko, negara asal Luna pada tahun 2006. Sampai saat ini, pasangan Yousef dan Qamar al-Khattab hidup bahagia di tengah saudara-saudara Muslim Maroko dan menemukan kehidupan sejati setelah menemukan kebenaran dalam jalan Islam.

Sumber: http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/luna-akhirnya-mualaf-wanita-yahudi-yang-semula-membenci-islam.htm#.UmOH6aKVOSo

Bilal Philips, mualaf mampu Islamkan 3.000 tentara Amerika


Bilal Philips, mualaf mampu Islamkan 3.000 tentara Amerika

Abu Ameenah Bilal Philips bernama asli Dennis Bradley Philips. Dia berdarah Jamaika namun masa kecilnya dihabiskan di Kanada. Perjalanannya mengenal Islam menarik untuk disimak.

Sebelum menjadi muslim, Philips menganut musik dan cinta sebagai agamanya. Dibesarkan dalam kultur musik Jamaika kental membuat ia memilih menjadi gitaris. Di kesengsem Jimi Hendrix dan Bob Marley. Saat berkuliah di Universitas Simon Frasier, Kota Vancouver, Kanada, dia kerap ngamen di klub dan kafe mempertontonkan kemahirannya bermain musik.

Bermain musik memberikan kesempatan pria kelahiran Jamaika, 6 Januari 1946, ini menjelajah ke berbagai negara, termasuk Malaysia dan Indonesia pada 1960-an. Di dua negara berpenduduk mayoritas Islam ini, Philips mulai tertarik mempelajari agama Nabi Muhammad.

Balik ke negaranya pada 1972, lelaki berjanggut ini memutuskan mempelajari Islam secara intensif. Dia kerap berdiskusi dengan para cendekiawan muslim dan mempelajari buku-buku agama rahmatan lil alamin ini. Tak perlu waktu cukup banyak, beberapa bulan kemudian Philips mengucapkan dua kalimat syahadat, tanda sumpah serta pengakuan keesaan Allah dan Rasulullah sebagai utusanNya.

Setelah menjadi muslim, Philips memutuskan berhenti menjadi musikus dan mempelajari agama barunya lebih dalam. Dia mengaku tidak nyaman lagi bermusik. "Menjadi artis rentan terhadap perilaku dilarang Allah seperti obat-obatan, seks bebas, perempuan, dan pergaulan salah. Saya tidak mau seperti itu lagi," ujarnya.

Dia kembali bersekolah dengan mendaftarkan diri ke jurusan studi Islam di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Alasannya, dia ingin belajar Islam dari sumber klasik di kota-kota bersejarah dan bukan budaya prakteknya. "Beda lingkungan akan berbeda menerjemahkan Islam," kata Philips.

Kelar di Universitas Madinah, Philips terus belajar. Kali ini dia mendaftar program master di Universitas Riyadh. Selain berkuliah, dia juga nyambi menjadi pembawa acara Why Islam di Channel Two, stasiun televisi milik pemerintah Saudi. Acara seputar wawancara dengan para muallaf dari berbagai latar belakang dan ketertarikan mereka mempelajari Islam. Dengan membawa acara itu, Philips mengaku imannya semakin kuat. Tak cuma menjadi presenter, dia juga menulis buku, antara lain Poligami dalam Islam dan Prinsip Dasar Iman dalam Islam.

Kelar kuliah S2 pada 1990-an, Philips bekerja di departemen agama markas besar Angkatan Udara Arab Saudi di Ibu Kota Riyadh. Kala itu Perang Teluk tengah berkecamuk. Irak menginvansi ke Kuwait karena menolak menghapus utang luar negeri negeri Saddam Hussein itu. Posisi Kuwait kewalahan dan meminta bantuan ke Amerika Serikat. Negara adidaya itu mengirimkan pasukannya dan membuat pangkalan di Arab Saudi.

Ketika tentara Amerika bermarkas di Negeri Petro Dollar itu, Philips kebagian memberikan materi tentang Islam kepada mereka. Ini penting untuk mengajarkan pengetahuan benar Islam bukanlah agama menyukai kekerasan. Hasilnya, sekitar tiga ribu serdadu Amerika masuk Islam.

Selepas Perang Teluk, Philips dikirim ke Amerika untuk mendampingi para tentara muallaf itu. Dia mendapat bantuan dari anggota tentara beragama Islam untuk membuat konferensi dan kegiatan. Usahanya ini membuahkan hasil dan militer Amerika akhirnya membangun musala di seluruh pangkalan militer mereka.

Kelar proyek itu, Philips hijrah ke Filipina dan mendirikan pusat informasi di Mindanao serta universitas berbasis Islam di Cotobato City. Pada 1994, Philips mendapat undangan bergabung dengan lembaga amal Dar Al Ber di Dubai, Uni Emirat Arab. Di sana ia membentuk pusat informasi Discover Islam di Kota Karama. Proyeknya kali ini mengundang ulama dari pelbagai negara. Dalam lima tahun, pusat informasi itu telah membuat 15 ribu orang dari seluruh penjuru dunia mengucapkan dua kalimat syahadat.

Sumber: http://www.merdeka.com/dunia/lima-kisah-inspiratif-mualaf-sejagat/bilal-philips-mualaf-mampu-islamkan-3000-tentara-amerika.html

Daniel Streich, benci masjid namun kini bersujud


Daniel Streich, benci masjid namun kini bersujud

Daniel Streich, anggota Partai Rakyat Swiss (SVP) menjadi sosok terkenal. Bukan saja awalnya dia sangat menentang keras pembangunan masjid di negaranya, melainkan dirinya secara mengejutkan berpindah haluan menjadi seorang muslim.

Streich penganut kristen taat. Dia dibesarkan dengan ajaran Kristiani dan semasa kecil pernah bercita-cita menjadi pastor. Namun ketika remaja niatnya berubah. Ia mulai gemar berpolitik dan tanpa ragu terjun langsung menjadi anggota partai ternama di Swiss.

SVP bukan partai sembarangan. Di dalamnya terdiri dari cendekia, ilmuwan, pelajar, dan pegiat bukan dari kalangan muslim. Partai ini menjadi penentang nomor wahid penyebaran Islam di Swiss dan Streich paling vokal menyerukan penutupan masjid di seantero Negeri Cokelat ini.

Streich mempropagandakan anti-Islam ke seluruh negaranya. Ia menaburkan benih-benih kemarahan dan cemoohan bagi umat Islam di Swiss. Ia merasa mimbar dan kubah masjid tidak cocok dengan budaya negara itu. Ia juga menuding Islam agama teroris, pembuat onar, dan kekerasan.

Dalam usahanya menyingkirkan Islam dari Swiss, lelaki ini malah mempelajari Alquran dan Islam. Ia berharap dengan memahami ajaran Nabi Muhammad itu, dia mampu meruntuhkan iman kaum muslim. Yang terjadi, ia malah terpesona dengan agama rahmatan lil alamin ini.

Semakin jauh Streich belajar Islam, semakin tenggelam dia dalam keindahan agama samawi itu. "Banyak perbedaan saya dapatkan ketika mempelajari Islam. Agama ini memberikan saya jawaban logis atas pertanyaan hidup penting dan tidak saya temukan di agama saya," katanya.

Presiden Organisasi Konferensi Islam (OKI) Abdul Majid Aldai mengatakan orang Eropa sebenarnya memiliki keinginan besar mengetahui Islam dan hubungan antara Islam dengan terorisme, sama halnya dengan Streich.

Dulu, Streich sering meluangkan waktu membaca Alkitab dan pergi ke gereja, tapi sekarang ia membaca Alquran dan melakukan salat lima waktu setiap hari. Dia keluar dari SVP dan mengumumkan status muslimnya. Streich bilang telah menemukan kebenaran hidup dalam Islam yang tidak dapat ia temukan dalam agama sebelumnya.

Sumber: http://www.merdeka.com/dunia/lima-kisah-inspiratif-mualaf-sejagat/daniel-streich-benci-masjid-namun-kini-bersujud.html

Arnoud van Doorn, Dulu Anti Islam, Kini Jadi Muslim



Arnoud van Doorn, salah satu anggota partai politik sayap kanan Belanda dari Partai Bagi Kebebasan, yang dikenal anti-Islam dikabarkan telah masuk Islam. Doorn menjadi muslim setelah dia melakukan penelitian mengenai agama ajaran Nabi Muhammad itu dan kehidupan kaum muslim.

"Saya mengerti kenapa semua orang skeptis, terutama mengenai hal-hal yang tak terduga bagi banyak orang. Ini merupakan keputusan besar yang saya tidak anggap remeh," kata Doorn.

Kabar keputusan Doorn masuk Islam pertama kali muncul saat dia menyebut kata 'awal baru' di akun Twitter dia bulan lalu. Dia kemudian menulis kalimat syahadat dalam bahasa Arab untuk memproklamirkan kepercayaan barunya itu. Doorn akhirnya mengumumkan bahwa dia sudah masuk Islam.

"Orang-orang terdekat saya tahu bahwahampir setahun belakangan inisaya sedang aktif membaca Alquran, hadist, sunnah, dan buku-buku lainnya tentang Islam," ucap Doorn. "Di samping itu, saya juga banyak melakukan berbagai percakapan dengan kaum muslim tentang agama."

Dia mengatakan dorongan daripartainya agar mempunyai sikap menentang Islam justru membuatnya penasaran dan ingin menggali tentang kebenaran agama Islam sendiri.

"Saya mendengar banyak pandangan buruk mengenai Islam. Namun, saya bukanlah tipe orang yang hanya mengikuti pendapat orang lain tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu," ucap dia.

Doorn menjelaskan dia akhirnya mulai melakukan penelitian lebih dalam tentang Islam untuk menjawab rasa keingintahuannya itu "Kerabat saya, Abu Khoulani, dari dewan perwakilan Kota Hague telah membawa saya untuk berhubungan dengan anggota Masjid As-Sunnah, yang akhirnya membuat saya mengenal lebih jauh tentang Islam."

Doorn yang juga merupakan anggota parlemen Belanda dan dewan perwakilan Kota Hague, memang telah lama dikait-kaitkan dengan sikap anti-Islam lantaran tergabung dengan partai pimpinan Geert Wilders itu. Wilders memang dikenal sebagai politikus penentang Islam, kaum muslim, dan Alquran.

Bahkan, Wilders pernah menegaskan perjuangannya menghentikan penyebaran Islam di Eropa dan dunia merupakan tujuan utama dalam hidupnya. "Perjuangan anti-Islam adalah misi hidup saya," kata lelaki 49 tahun itu.

Doorn mengatakan dirinya sadar telah berbuat kesalahan dalam kehidupannya seperti halnya orang lain. Namun, dia menyebut, dari kesalahan-kesalahan itu, dirinya justru telah belajar banyak."Dengan menjadi Islam, saya merasa telah menemukan jalan saya. Saya menyadari ini adalah awal baru dan saya masih harus banyak belajar."

Sumber: http://www.merdeka.com/dunia/lima-kisah-inspiratif-mualaf-sejagat/arnoud-van-doorn-anti-islam-kini-jadi-muslim.html

Taki Takazawa, Mantan Tukang Tato Yakuza Jadi Imam Masjid di Jepang


Taki Takazawa, Mantan Tukang Tato Yakuza Jadi Imam Masjid di Jepang

Hidayah memang bisa datang ke siapa saja bahkan untuk orang dengan latar belakang yang tidak disangka sama sekali. Kisah yang saya temukan dari merdeka.com ini menarik untuk disimak. Mengisahkan bagaimana seorang Taki Kazawa, dari yang dulunya kerja tukang tato untuk Yakuza, beralih jadi imam masjid di Jepang. Sebelum baca ceritanya, dari judulnya saya coba tebak keterkaitannya dimana.

Yakuza itu mafia terkenal tidak hanya di Jepang, tapi sudah go internasional. Mafia yang terkenal kriminal kelas berat ini punya banyak cara untuk menghasilkan uang, termasuk dengan investasi di berbagai negara. Nah saya coba kaitkan dengan imam masjid, setelah muter-muter saya malah bingung titik nyambungnya dimana. Ah sudahlah, ini ceritanya yang saya repost langsung.

Nama aslinya Taki Takazawa. Rambutnya gondrong dan tubuhnya dipenuhi tato. Secara penampilan, dia nampak mirip dengan anggota kelompok mafia Jepang, biasa disebut Yakuza. Dia memang mantan tukang tato para anggota geng paling ditakuti di Negeri Matahari Terbit itu. Selama 20 tahun profesi itu digelutinya.

Tapi pandangan negatif pada penampilan fisiknya itu berubah saat dia mengumandangkan Azan. Takazawa kini menjadi Imam sebuah masjid di Ibu Kota Tokyo. Setelah mengucapkan dua kalimat Syahadat, Takazawa mencantumkan nama muslim Abdullah, berarti Hamba Allah SWT.

Perkenalannya dengan Islam secara tidak sengaja terjadi di Wilayah Shibuya. Takazawa melihat seseorang dengan kulit dan janggut putih. Orang itu juga mengenakan baju dan turban warna suci. "Orang itu memberikan sebuah kertas dan menyuruh saya membaca kalimat tertera bersama dia," ujarnya.

Taki Takazawa, Mantan Tukang Tato Yakuza Jadi Imam Masjid di Jepang
Kalimat itu ternyata Syahadat, pengakuan pada ke-esaan Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai utusannya. Meski tak paham secara keseluruhan, Takazawa pernah mendengar sepintas Allah dan Muhammad. Seperti kebanyakan penduduk Jepang, Takazawa menganut aliran kepercayaan Shinto.

Pertemuan dengan orang serba putih itu membekas di ingatan Takazawa. Dua tahun setelah memeluk Islam, dia bertemu lagi dengan sosok inspiratifnya itu. "Ternyata dia pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Saya bersyukur bisa bertemu dengannya," katanya.

Taki Takazawa, Mantan Tukang Tato Yakuza Jadi Imam Masjid di Jepang

Imam Masjid Nabawi itu meminta Takazawa untuk menjadi Imam di masjid di wilayah Shinjuku. Sebelumnya, dia melaksanakan ibadah haji dan menimba ilmu beberapa bulan di Kota Makkah. Nama Takazawa terkenal lantaran dia menjadi satu diantara lima imam Masjid besar di Jepang, dari 13 juta populasi manusia di Tokyo.

Sumber:
http://www.merdeka.com/dunia/lima-kisah-inspiratif-mualaf-sejagat/taki-takazawa-mantan-tukang-tato-yakuza-jadi-imam-masjid-di-jepang.html
http://aragani.com/2013/08/02/taki-takazawa-dari-tukang-tato-yakuza-jadi-imam-masjid-di-jepang/

Dampak Negatif Khalwat (Berdua-duaan) Secara Ilmiah



Perintah untuk tidak berkhalwat (berdua-duaan) antara seorang pria dan wanita yang bukan mahram selama ini dipatuhi seorang mukmin sebagai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tapi, jarang dari kita yang mengetahui alasan ilmiah di balik perintah itu.

Kenapa hal tersebut dilarang dan dianggap berbahaya oleh syariat Islam? Bagian tubuh kita yang mana yang ternyata berpengaruh terhadap kondisi khalwat itu?

Para peneliti di Universitas Valencia menegaskan bahwa seorang yang berkhalwat dengan wanita menjadi daya tarik yang akan menyebabkan kenaikan sekresi hormon kortisol. Kortisol adalah hormon yang bertanggung jawab terjadinya stres dalam tubuh. Meskipun subjek penelitian mencoba untuk melakukan penelitian atau hanya berpikir tentang wanita yang sendirian denganya hanya dalam sebuah simulasi penelitian. Namun hal tersebut tidak mampu mencegah tubuh dari sekresi hormon tersebut.

"Cukuplah anda duduk selama lima menit dengan seorang wanita. Anda akan memiliki proporsi tinggi dalam peningkatan hormon tersebut," inilah temuan studi ilmiah baru-baru ini yang dimuat pada Daily Telegraph!

Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh tetapi dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, namun jika meningkat hormon dalam tubuh dan berulang terus proses tersebut, maka yang demikian dapat menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dan berakibat pada diabetes dan penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan nafsu seksual.

Bentuk yang menyerupai alat proses hormon penelitian tersebut berkata bahwa stres yang tinggi hanya terjadi ketika seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita asing (bukan mahram), dan stres tersebut akan terus meningkat pada saat wanitanya memiliki daya tarik lebih besar! Tentu saja, ketika seorang pria bersama dengan wanita yang merupakan saudaranya sendiri atau saudara dekat atau ibunya sendiri tidak akan terjadi efek dari hormon kortisol. Seperti halnya ketika pria duduk dengan seorang pria aneh, hormon ini tidak naik. Hanya ketika sendirian dengan seorang pria dan seorang wanita yang aneh!

Para peneliti mengatakan bahwa pria ketika ada perempuan asing disisinya, dirinya dapat membayangkan bagaimana membangun hubungan dengannya (jika tidak emosional), dan dalam penelitian lain, para ilmuwan menekankan bahwa situasi ini (untuk melihat wanita dan berpikir tentang mereka) jika diulang, mereka memimpin dari waktu ke waktu untuk penyakit kronis dan masalah psikologis seperti depresi.

Nabi Muhammad SAW mengharamkan khalwat

Kita semua tahu hadits yang terkenal yang mengatakan: "Tidaknya ada orang yang seorang laki-laki berkhlawat dengan wanita kecuali setan adalah yang ketiga, hadits ini menegaskan diharamkannya berkhalwat bagi seorang pria dengan wanita asing atau bukan mahramnyaI . karena itu Nabi saw melalui syariat ini menginginkan kita menghindari banyak penyakit sosial dan fisik.

Ketika seorang beriman mampu menghindari diri dari melihat wanita (yang bukan mahram) dan menghindari diri dari berkhalwat dengan mereka, maka ia mampu mencegah penyebaran amoralitas dan dengan demikian melindungi masyarakat dari penyakit epidemi dan masalah sosial, dan mencegah individu dari berbagai penyakit …

Kami sampaikan kepada mereka yang tidak puas dengan agama kami yang hanif: Bukankah Islam sebagai agama layak dihormati dan diikuti? mnh/alkaheel

Wallahu a'lam

Sumber: http://www.eramuslim.com/peradaban/quran-sunnah/abdul-daim-al-kahil-alasan-ilmiah-di-balik-larangan-khalwat-pria-dan-wanita.htm

Buku Hikari No Michi (Jalan Cahaya), Kumpulan Kisah Para Muallaf Jepang



Kami adalah orang-orang yang sangat beruntung di muka bumi ini. Karena kami adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan hidayah dari-Nya, Sang Maha Cinta. Cahaya Di Atas Cahaya. Kami, yang semula hidup dengan dalam kegelapan duniawi, mendapatkan kesempatan kedua, untuk menjalani hidup baru. Hidup menelusuri jalan cahaya, jalan-Nya yang lurus. Cinta kami pada-Nya takkan pernah berkesudahan.

Kami hidup di negara yang termasuk paling modern di dunia ini. Negara di mana perkembangan teknologi begitu maju pesat, namun budaya tradisional masih melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Negara yang kental dengan tradisi seperti menyambut musim gugur, saling melempar air yang dianggap suci dengan memakai wadah ember kayu, perayaan menyambut arwah di musim panas, hingga menggantungkan boneka kain putih untuk meminta atau menolak hujan. Negara di mana agama bukanlah salah satu hal yang menarik dan sebagian besar penduduknya tidak tertarik pada suatu agama dengan serius. Negara tempat kami lahir dan dibesarkan, negeri matahari terbit. Jepang. Di sanalah, cahaya Allah pun terbit bagi kami.

Kisah-kisah kami dalam menemukan jalan cahaya berbeda-beda. Abe Yuki-san, seorang wanita Jepang yang menetap di Fukuoka dipertemukan dengan muslimin Indonesia karena ia ingin belajar bahasa Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari dalam dirinya mendorongnya mengenal Al Quran dan belajar Islam di Malaysia. Dan melalui berbagai proses berliku dan perjuangan yang gigih, Allah menuntunnya ke jalan cahaya pada tahun 2000.

Suguro-san, salah satu saudara kami, menemukan jalan cahaya setelah ia mengalami berbagai kepahitan dalam hidup. Ujian demi ujian menderanya, membuat hatinya kering hingga timbul niat untuk bunuh diri. Setelah lelah dengan mendatangi berbagai konseling dan terapi jiwa yang tak bisa mengobati luka hati, Allah menuntun langkah-langkah Suguro-san ke masjid dan untuk pertama kali dalam hidupnya ia mendengar lantunan ayat-ayat suci-Nya. Melalui itulah, Sang Maha Cinta membawanya kembali menelusuri jalan cahaya.

Kemudian ada Ikuko-san yang menemukan cahaya Allah melalui surat Al Fatihah yang dibacakan sahabatnya. Pencarian panjang dan ujian yang dihadapi sepanjang hidupnya, luruh sudah dengan masuknya Ikuko-san ke dalam gerbang cahaya-Nya.

Juga ada Tomoko-san yang sering ikut shalat tarawih pada bulan Ramadhan padahal shalat tersebut sangat panjang karena setiap malam imamnya membaca satu juz. Shalat tarawih itu adalah shalat pertamanya dan cahaya-Nya telah membuat Tomoko-san jatuh cinta pada-Nya. Sanggup berdiri sampai rakaat selesai. Ah..Cinta… hanya karena cinta kami pada-Nya lah yang membuat semuanya begitu indah dan menakjubkan.

Lain lagi yang dialami Aminah-san, yang nama aslinya adalah Itoh Michi. Aminah-san mencari tahu tentang Islam dari berbagai website dan ia amat terpesona dengan ucapan “Assalamu’alaikum”. Salam pembuka yang indah, tentu saja isi ajaran di dalamnya akan lebin indah. Begitulah Allah menuntunnya ke jalan cahaya melalui salam sejahtera.

Mereka semua hanyalah beberapa contoh di antara kami yang telah memasuki gerbang cahaya. Gerbang yang menuntun kami semua menelusuri jalan cahaya, jalan-Nya yang lurus. Walau seringkali rintangan dan ujian menghadang di tengah jalan, ujian yang sungguh tidaklah ringan, namun hanya karena cinta kami pada Sang Maha Cinta yang membuat kami bertahan dan terus berjalan. Ia yang mengubah kami menjadi manusia yang lebih baik. Ia yang selalu menerangi dan membimbing kami menyusuri jalan ini. Di negeri matahari terbit ini, kami menemukan hidayah, dan di sini pula kami berjuang untuk tetap istiqomah, menuntut ilmu agama Islam, dan juga berusaha menjadi muslim yang kaffah.

Kami adalah orang-orang yang sangat beruntung di muka bumi ini. Karena kami adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan hidayah dari-Nya, Sang Maha Cinta. Cahaya Di Atas Cahaya. Kami, yang semula hidup dengan dalam kegelapan duniawi, mendapatkan kesempatan kedua, untuk menjalani hidup baru. Hidup menelusuri jalan cahaya, jalan-Nya yang lurus. Cinta kami pada-Nya takkan pernah berkesudahan.

Tentang Buku Hikari No Michi

Hikari No Michi – yang berarti jalan cahaya -  ini ditulis oleh tiga belas orang yang tergabung dalam FLP Jepang. Sebagian penulisnya tinggal di beberapa kota di Jepang dan merupakan mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di sana. Sedangkan sebagian lagi tinggal di beberapa kota di Indonesia dan masih terus berinteraksi dengan muslimin dan muslimah Jepang lainnya.

Sejarah singkat Islam di Jepang, kisah-kisah para mualaf Jepang yang mengharukan, inspiratif, dan juga mencengangkan, serta pernak-pernik pengalaman berislam di Jepang, lengkap dengan info kegiatan masjid-masjid dan info toko-toko yang menjual makanan halal di sana, semuanya terangkum dengan indah di dalam catatan cinta ini. Karena bila Allah telah memilih orang-orang yang dikehendaki-Nya untuk menyusuri jalan-Nya yang lurus, maka apa pun dan siapa pun tidak dapat mencegahnya. Perlahan-lahan Islam telah menyentuh hati-hati mereka yang berada di Jepang untuk kembali ke jalan-Nya yang lurus. Jalan cahaya. Hikari No Michi…

Jakarta, 17 Mei 2009 at 11.00 p.m.

Dipersembahkan untuk seluruh mualaf Jepang dengan penuh cinta…

http://mutiaracinta.multiply.com
http://forumlingkarpena.multiply.com
http://lingkarpena.multiply.com

Keikhlasan Di Balas Keindahan



Cuaca hari ini sangat sangat panas. Mbah Sarno terus mengayuh sepeda tuanya menyisir jalan perumahan Condong Catur demi menyambung hidup. Mbah Sarno sudah puluhan tahun berprofesi sebagai tukang sol sepatu keliling. Jika orang lain mungkin berfikir “Mau nonton apa saya malam ini?”, Mbah Sarno cuma bisa berfikir “saya bisa makan atau nggak malam ini?”

Ilustrasi | Google Image

Di tengah cuaca panas seperti ini pun terasa sangat sulit baginya untuk mendapatkan pelanggan. Bagi Mbah Sarno, setiap hari adalah hari kerja. Dimana ada peluang untuk menghasilkan rupiah, disitu dia akan terus berusaha. Hebatnya, beliau adalah orang yang sangat jujur. Meskipun miskin, tak pernah sekalipun ia mengambil hak orang lain.

Jam 11, saat tiba di depan sebuah rumah mewah di ujung gang, diapun akhirnya mendapat pelanggan pertamanya hari ini. Seorang pemuda usia 20 tahunan, terlihat sangat terburu-buru.

Ketika Mbah Sarno menampal sepatunya yang bolong, ia terus menerus melihat jam. Karena pekerjaan ini sudah digelutinya bertahun-tahun, dalam waktu singkat pun ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

“Wah cepat sekali. Berapa pak?”

“5000 rupiah mas”

Sang pemuda pun mengeluarkan uang seratus ribuan dari dompetnya. Mbah Sarno jelas kaget dan tentu ia tidak punya uang kembalian sama sekali apalagi sang pemuda ini adalah pelanggan pertamanya hari ini.

“Wah mas gak ada uang pas ya?”

“Nggak ada pak, uang saya tinggal selembar ini, belum dipecah pak”

“Maaf Mas, saya nggak punya uang kembalian”

“Waduh repot juga kalo gitu. Ya sudah saya cari dulu sebentar pak ke warung depan”

“Udah mas nggak usah repot-repot. Mas bawa dulu saja. Saya perhatikan mas lagi buru-buru. Lain waktu saja mas kalau kita ketemu lagi.”

“Oh syukurlah kalo gitu. Ya sudah makasih ya pak.”

Jam demi jam berlalu dan tampaknya ini hari yang tidak menguntungkan bagi Mbah Sarno. Dia cuma mendapatkan 1 pelanggan dan itupun belum membayar. Ia terus menanamkan dalam hatinya, “Ikhlas. Insya Allah akan dapat gantinya.”

Waktu menunjukkan pukul 3 lebih ia pun menyempatkan diri shalat Ashar di masjid depan lapangan bola sekolah. Selesai shalat ia berdoa.

“Ya Allah, izinkan aku mencicipi secuil rezekimu hari ini. Hari ini aku akan terus berusaha, selebihnya adalah kehendakMu.”

Selesai berdoa panjang, ia pun bangkit untuk melanjutkan pekerjaannya.

Saat ia akan menuju sepedanya, ia kaget karena pemuda yang tadi siang menjadi pelanggannya telah menunggu di samping sepedanya.

“Wah kebetulan kita ketemu disini, Pak. Ini bayaran yang tadi siang pak.”

Kali ini pemuda tadi tetap mengeluarkan uang seratus ribuan. Tidak hanya selembar, tapi 5 lembar.

“Loh loh mas? Ini mas belum mecahin uang ya? Maaf mas saya masih belum punya kembalian. Ini juga kok 5 lembar mas. Ini nggak salah ngambil mas?”

“Sudah pak, terima saja. Kembaliannya, sudah saya terima tadi, pak. Hari ini saya tes wawancara. Telat 5 menit saja saya sudah gagal pak. Untung bapak membiarkan saya pergi dulu. Insya Allah minggu depan saya berangkat ke Prancis pak. Saya mohon doanya pak”

“Tapi ini terlalu banyak mas”

“Saya bayar sol sepatu cuma Rp 5000 pak. Sisanya untuk membayar kesuksesan saya hari ini dan keikhlasan bapak hari ini.”

Tuhan punya cara tersendiri dalam menolong hamba-hambaNya yang mau berusaha dalam kesulitannya. Dan kita tidak akan pernah tahu kapan pertolongan itu tiba.

Keikhlasan akan dibalas dengan keindahan,,
Kesuksesan akan menyertai keikhlasan dan rasa syukur.

Sekuntum Cinta Dari Negeri Sakura


Ikuko menatap butiran-butiran salju yang luruh di luar jendela apartemennya. Butiran salju yang melayang-layang diterpa angin musim dingin dan kemudian jatuh ke tanah dan menyatu dengan hamparan putih yang sudah lebih dulu menyelimuti jalan. Dingin terasa menusuk tulang. Sambil bergetar, Ikuko membaca kembali surat di tangannya.

"Ikuko-san, pulanglah, Nak. Sudah berbulan-bulan ayahmu tidak pulang. Mungkin ia sedang ada masalah di pekerjaannya. Ibu rindu padamu. Salam kangen. Ibu."

Ikuko mendengus. "Masalah di pekerjaan? Semua orang tahu apa yang dilakukan Ayah. Tidak heran bila suatu saat nanti tiba-tiba muncul seorang bayi mungil yang kelak memanggilku kakak." Diremasnya kertas itu kuat-kuat.

"Ibu memang seorang wanita kuat. Seumur hidupnya diabdikan untuk melayani Ayah dan sekaligus menerima dengan sabar semua perlakuan kasar Ayah," Ikuko terbayang semua yang dialaminya. Ayahnya seorang pegawai rendahan yang suka mabuk-mabukan. Dan itulah salah satu alasan Ikuko pergi meninggalkan kampung halamannya dan pindah ke Tokyo. Hidup sudah tidak berarti apa-apa lagi di bawah rasa takut akan pukulan ayahnya. Pergi jauh-jauh dari Kyoto, itulah cita-cita Ikuko sejak ia beranjak remaja.

"Apa yang harus kulakukan?" Ikuko memijat keningnya yang seperti ditimpa ratusan ton beton. Tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada tumpukan buku-buku di atas meja. Buku-buku yang dipinjamkan oleh seorang sahabat di Tokyo Islamic Centre. Buku-buku itulah yang selalu menemani malam-malam Ikuko yang
panjang dan penat setelah seharian bekerja di kantor.

"Perkenalkan saya Ardiansyah dari Indonesia. Saya biasa dipanggil Ardi. Saya mahasiswa pasca sarjana Fakultas Elektro di Keio University dan saya aktif di Tokyo Islamic Centre selepas jam kuliah saya," seorang laki-laki muda berpakaian rapi dan tampak serius menyapa Ikuko ketika tanpa sengaja mereka bertemu di perpustakaan umum. Ikuko sedang mencari buku-buku masakan di sana saat itu.

"Tokyo Islamic Centre? Saya belum pernah mendengar tentang perkumpulan itu selama saya di Tokyo. Maklum saya baru dua tahun berada di sini. Nama saya Ikuko dan saya bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan swasta," jawab Ikuko sambil memandang tumpukan buku-buku yang dibawa Ardi.

Ardi tersenyum sopan. "Tokyo Islamic Centre itu bukanlah sebuah perkumpulan. Tetapi itu sebuah tempat dimana kami, umat muslim beribadah dan mengadakan berbagai kegiatan di sana."

"Muslim?" tanya Ikuko heran. Hampir seumur hidupnya ia baru tahu bahwa ada perkumpulan bernama muslim.

"Ya. Kami beragama Islam dan Islam itu bukan semacam perkumpulan atau organisasi," jawab Ardi sopan.

"Agama Islam? Sepertinya menarik. Sejak kecil saya terbiasa dibawa sembahyang di kuil di Kyoto oleh ibu saya. Walaupun saya juga tidak mengerti apa sebenarnya yang kami lakukan di sana," rasa ingin tahu Ikuko perlahan mulai muncul. "Hmm maaf, apakah Ardi-san sedang buru-buru? Kalau tidak, saya ingin sekali mendengar tentang agama Islam itu."

Dan sejak pertemuan di perpustakaan itu, Ardi menerangkan berbagai hal tentang Islam dan meminjamkan buku-buku agama Islam pada Ikuko. Ikuko sangat bersemangat. Kadang-kadang Ikuko berkunjung ke Tokyo Islamic Centre sambil membawakan berbagai macam makanan untuk Ardi. Ardi dan teman-temannya menyambut Ikuko dengan baik. Ikuko merasa nyaman berada di sana. Satu-satunya tempat di mana ia diterima dengan baik, apa adanya, dan yang lebih penting, tidak ada lagi ketakutan akan pukulan-pukulan ayahnya serta mimpi-mimpi buruk yang kerap hinggap dalam tidurnya.

Ikuko menemukan dunia baru di sana, di tengah para mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan studi mereka di Tokyo. Selain agama Islam, Ikuko juga belajar bahasa Indonesia. Pernah suatu kali seorang ustadzah muda yang baru datang dari Jakarta bertanya pada Ikuko; mengapa Ikuko tertarik belajar agama Islam. "Orang-orang di perkumpulan ini baik hati dan ajaran di perkumpulan ini baik," jawab Ikuko polos. Saat itu ia masih menganggap Tokyo Islamic Centre itu sebuah perkumpulan.

Tidak seorangpun yang melarang Ikuko menyebut tempat itu sebagai perkumpulan. Dengan sabar, ustadz-ustadz muda di sana mengajari Ikuko berbagai hal. Buku-buku agama Islam bertebaran memenuhi apartemen Ikuko yang kecil di pinggiran Tokyo. Ia masih mencari, tetapi belum mendapat apa yang
dicarinya. Hingga surat lusuh dari ibunya itu mengubah segalanya.

Pulang ke Kyoto adalah mimpi buruk yang menjadi nyata bagi Ikuko. KepergianIkuko ke Tokyo membuat Ibu menjadi bulan-bulanan kemarahan Ayah. Ayah menganggap Ibu tidak becus mengajar anak sehingga Ikuko pergi dari rumah. Belum lagi wanita-wanita dengan parfum murahan yang dibawa Ayah ke rumah.
Membayangkannya saja membuat perut Ikuko mual.

"Pulanglah, Ikuko-san. Kasihan ibumu sangat merindukanmu. Masih ingat apa yang diajarkan Ustadz Ahmad beberapa waktu lalu bahwa kita harus menghormati ibu kita," kata Ardi ketika Ikuko menceritakan tentang surat itu.

"Tetapi aku takut pulang ke Kyoto, Ardi-san. Aku takut aku tidak dapat lagi keluar dari sana dan terperangkap dalam mimpi buruk sepanjang hidupku. Aku tidak dapat lagi bertemu denganmu dan teman-teman di sini. Aku tidak mau surat ini merampas semua kebahagiaan yang ada dalam genggamanku saat ini,"
ujar Ikuko sambil merobek-robek surat itu.

"Allah memerintahkan kita untuk menghormati Ibu sebelum yang lainnya. Ia yang mengandung dan bertarung nyawa melahirkan kita di dunia ini. Paling tidak, ia pantas mendapat sedikit penghormatan darimu, Ikuko," Ardi menghela napas panjang. Ia menatap wajah Ikuko yang berkerut-kerut menahan marah.

"Hanya Allah yang bisa membolak-balik hatinya," bisik Ardi dalam hati. Sudah hampir setahun Ikuko belajar agama Islam di Tokyo Islamic Centre dengan kemauannya sendiri, tetapi sepertinya hidayah Allah belum menyapa gadis itu. Hidayah itu memang mahal.

"Kalau begitu, Ardi-san, mohon temani aku pergi ke Kyoto menjenguk Ibu selama beberapa hari. Bila ada Ardi-san, Ayah tidak akan berani macam-macam dan tidak ada yang bisa menahanku untuk tinggal di sana," itulah keputusan Ikuko malam itu. Dan keesokan harinya, Ardi dan Ikuko sudah berada dalam kereta api yang membawa mereka menuju Kyoto.

Musim dingin sudah menyelimuti Kyoto dengan tirai-tirai putihnya yang sedingin es dan seburam kaca tua. Langit berwarna abu-abu kemerahan ketika Ardi dan Ikuko tiba di pinggiran kota Kyoto. Kuil-kuil berdiri membisu di tengah rimbunan pohon-pohon yang kaku berselimutkan salju. Loncengnya berdentang sekali dua kali memecah kesunyian bagaikan lonceng kematian yang siap mencabut nyawa-nyawa yang berada dalam penjara kesunyian.

Mereka tiba di rumah Ikuko saat senja hampir tiba. Rumah itu sedingin gerimis. Sunyi. Sepi. Sungai kecil yang mengalir di sampingnya turut membeku. Tidak ada seorangpun di beranda. Ikuko membuka pintu kayu dan masuk ke dalam seraya memanggil ibunya. Keadaan di dalam rumah tak kalah dinginnya dengan cuaca di luar. Debu menyelimuti perabot rumah. Ikuko berjingkat perlahan memasuki kamar ibunya. Tak sampai semenit, terdengar teriakan histeris Ikuko.

Ardi segera menerobos masuk ke kamar itu. Ikuko menangis keras di atas tatami lusuh di samping sebuah tilam kusam. Ia menutup wajahnya sambil terus menangis. Di atas tilam itu, Ardi melihat sesosok wanita tua yang hampir mengerut saking kurusnya. Tidak ada tanda-tanda nafas kehidupan dari tubuhnya yang ringkih itu. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un. Ardi mengucap pelan. Sekuntum Al Fatihah perlahan terdengar dari mulutnya.

Bismillahirahmaanirahiim, Alhamdulillaahi Rabbil 'aalamiin, Ar-Rahmaanir Rahiim, Maaliki yaumid diin, Iyyaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin, Ihdinas siraatal mustaqiim, Siraatal ladziina an'amta 'alayhim gayril magduubi 'alayhim wa laddaalliin. Amiin

Ikuko bergetar mendengar ayat-ayat Surat Al Fatihah yang dibaca Ardi. Ia belum hapal ayat itu dan ia masih belum mengerti artinya. Hangat menyelimuti seluruh relung jiwanya. Menerobos masuk ke dalam sudut-sudut kesadarannya yang terdalam. Jalan yang lurus. Jalan itu lurus bersimbah cahaya. Di kiri dan kanannya dan juga di atasnya. Cahaya itu menggenggam jiwa Ikuko erat. Seluruh tubuhnya berguncang. Mimpikah ia? Tidak. Ikuko tidak bermimpi. Cahaya itu ada di hadapannya. Dan kalaupun ia sedang bermimpi, Ikuko tidak
mau bangun lagi. Jalan itu Jalan yang lurus.

"Ardi-san, aku ingin mengucapkannya. Aku ingin masuk Islam sepertimu dan teman-teman di Tokyo Islamic Centre. Aku ingin berada di jalan itu, Ardi-san. Jalan yang lurus," dengan berlinang air mata, kata-kata itu berhamburan dari mulut Ikuko. Ardi tercengang. Berbulan-bulan Ikuko belajar agama Islam di Tokyo, baru saat ini keinginan itu terlontar darinya. Rencana Allah memang seringkali sukar dipahami manusia.

Dan keesokan harinya, setelah pemakaman Ibu yang sederhana, di antara kuil-kuil dingin yang membeku dan di tengah musim dingin yang kian menggigit kota itu, Ikuko mengucapkan dua kalimat syahadat. Ardi menjadi saksi melangkahnya Ikuko ke dalam gerbang cahaya-Nya di hadapan seorang ustadz tua pengurus musholla kecil di pinggiran Kyoto.

"Ashyadu alaa ilaaha ilallahu wa ashadu anna muhammadar rasulullah Hamba bersaksi, bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan hamba bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah"

Sekuntum cinta telah mekar di sana, di negeri sakura yang flamboyan. Saat Sang Cinta memperbolehkan Ardi menghantar Ikuko ke dalam cahaya-Nya yang abadi.

Jakarta, 14 Agustus 2007 at 10.15 p.m.
Dipersembahkan untuk Miki Terada, muallaf DT Jakarta, dengan penuh cinta

Sumber: http://groups.yahoo.com/neo/groups/daarut-tauhiid/conversations/topics/27330

Pohon Sakura Di Tengah Padang



Musim telah berganti, cuaca angin sepoi mendayu dedaunan pohon sakura. Langkah kaki tak terasa sudah jauh menelusuri perkampungan di negeri matahari. Alamnya yang asri bersahabat, menambah suasana menjadi akrab dengan hati yang gundah karena jauh dari kampunng dan tanah air. Hanya dengan banyak bersyukur kepada Allah SWT semata yang menjadikan jiwa dan raga kuat berpijak dimanapun kaki melangkah di bumi ciptaan-Nya.

Suatu tantangan dan sekaligus seni sendiri bagi saya untuk menjalankan kewajiban sebagai muslim di negeri sakura yaitu Jepang yang mayoritas beragama shinto dan bahkan sebagian besar rekan kerja seperusahaan mengaku tidak mempercayai adanya Tuhan, ataupun hal gaib. Dengan kecanggihan teknologi yang mereka miliki, menjadikan mereka semakin angkuh dengan kepintaran mereka, itulah salah satu sisi kelemahan mereka. Tapi di balik itu semua, mereka memiliki kebiasaan yang patut dipuji dalam kehidupan mereka. Beberapa contohnya, kebiasaan mereka dengan hal sepele tapi berbobot seperti tidak membuang sampah di sembarangan tempat, bahkan mereka akan membawa pulang sampah mereka sendiri apabila di jalan tidak menemukan tempat sampah, sekalipun itu adalah bekas puntung rokok. Kemudian tidak menyeberang atau melewati lampu merah di lalu lintas walaupun jalan dalam keadaan sepi.

Pernah suatu ketika, seorang teman yang memilki uang yang di sakunya jatuh tercecer di jalan umum yang ramai dengan hiruk-pikuk manusianya, tanpa sepeserpun yang hilang, padahal dalam jumlah cukup banyak setelah seharian di cari yang akhirnya ditemukan di pos keamanan setempat, yang ternyata ada orang Jepang yang menyerahkannya ke pos tersebut...Subhanallah, membuat saya berdecak kagum dengan kebiasaan positif mereka yang benar-benar dijadikan kebiasan sehari-hari dan bukan hanya sekedar teori yang dihafal semata.

Saya pribadipun menjadi malu di hadapan Allah ketika bercermin dengan kebiasaan baik mereka, orang Jepang yang sebagian besar tidak mempercayai adanya Tuhan dengan kebiasaan masyarakatku di tanah air Indonesia yang notabenenya mayoritas Islam tapi kebiasaan masyarakat tidak sesuai sunnah yang di contohkan Rasulullah. Justru di negeri kaum atheis ini saya mempelajari dan membiasakan kebiasaan baik tersebut, dan menjadi tantangan terberat dalam berdakwah di negeri sakura, karena mereka lebih mempercayai hal yang nyata dan terlihat, sehingga mereka selalu membuat perbandingan dengan keadaan Indonesia yang mayoritas muslim.

Tapi ada sisi lain yang tidak dimiliki oleh sebagian besar mereka, yaitu persaudaraan dan kekeluargaan. Salah satu kebiasaan mereka, ketika seorang anak memperoleh pekerjaan, maka putus sudah kewajiban dan hak diantara mereka. Anak akan menjadi mesin penghasil pajak buat pemerintahnya, sedangkan orangtua menjadi asuhan pemerintah di panti jompo. Inilah yang menjadi kekurangan mereka dalam hidupnya jika dibandingkan dengan kita sebagai muslim yang selalu taat dan merawat orangtua sampai akhir hayat. Keharuanpun terjadi ketika ngobrol dengan salah seorang nenek berumur 90 tahun yang tidak pernah bertemu anaknya lagi. Suatu ketika, bertepatan dengan idul Fitri, di mana umat muslim sedunia merayakan hari kemenangan, kamipun kaum minoritas ikut merayakan walaupun hanya sekitar 30 jamaah yang merayakannya. Tapi ada sesuatu yang asing di antara jamaah itu, yaitu kehadiran seorang nenek tua yang pernah saya ngobrol dengan saya sebelumnya. Beliaupun meminta rahasia keakraban diantara kami. sayapun dengan senang hati menjawabnya, kami bersatu dan bersaudara karena sesama muslim. Yang di mana hal itu tidak dapat mereka ciptkan dengan teknologi yang mereka miliki.

Penulis : Abdul Rauf
Bandung

Sumber: Dakwatuna.com

Kisah Nyata Wartawati Inggris Mengenal Islam Dari Taliban


Gimana rasanya jika ditawan atau ditangkap musuh? Mungkin susah untuk membayangkan nasib anda akan berakhir pada sebuah kebahagiaan. Apalagi, jika menghadapi tuduhan sebagai mata-mata, penyusup, dan lain sebagainya. Namun, tidak demikian dengan apa yang dirasakan Yvonne Ridley, wartawati Inggris.

Perempuan paruh baya ini justru mengaku bahagia setelah ditangkap dan diinterogasi pasukan Taliban yang oleh media masa Amerika Serikat, digambarkan sebagai kelompok Islam garis keras dan kejam. Ridley yang bekerja sebagai wartawan Sunday Express, surat kabar terbitan Inggris, pada September 2001 lalu diselundupkan dari Pakistan ke perbatasan Afghanistan untuk melakukan tugas jurnalistik.

Saat itu, perempuan kelahiran tahun 1959 di Stanley, Inggris, ini mencoba menyusup ke Afghanistan secara ilegal, tanpa paspor maupun visa. Ridley yang kerap ditugaskan ke daerah-daerah konflik di dunia ini, tertangkap basah di sebelah timur Kota Jalalabad. Penyamarannya terungkap ketika ia jatuh dari seekor keledai persis di depan seorang tentara Taliban dan kameranya jatuh. Saat ditangkap, Ridley tengah mengenakan burqa, sejenis busana Muslimah tradisional Afganistan. Saat ditangkap, ketakutan mulai merayapi Ridley. Ia mulai diinterogasi selama 10 hari tanpa diperbolehkan menggunakan telepon ataupun menghubungi anak perempuannya yang sedang berulang tahun ke-9.

Selama menjalani proses interogasi, Ridley mengaku tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh kaum Taliban ataupun apa yang mereka percayai sebagai ‘kebenaran’. Awalnya, bagi Ridley, Taliban sama seperti yang digambarkan media massa Eropa maupun Amerika bahwa kelompok Islam ini disebut sebagai teroris. Namun, perlakuan yang diterima Ridley selama menjalani masa penahanan dan interogasi justru mengubah semua pandangannya mengenai orang-orang Taliban.

Menurutnya, anggapan umum kaum Taliban yang selama ini digambarkan sebagai monster sangat jauh dari realitas. Ridley menilai bahwa orang-orang Taliban adalah orang-orang yang baik dan mereka sangat ramah. Pengalaman saat ditangkap pasukan Taliban, justru membuatnya mengenal Islam lebih dalam. Dengan bersentuhan langsung dengan kelompok Taliban, Ridley merasakan suatu keganjilan terhadap apa yang di tuduhkan media masa terhadap Taliban. Ridley menyebut kelompok yang oleh banyak negara dicap sebagai teroris ini sebagai keluarga terbesar dan terbaik di dunia.

Dalam jumpa pers yang digelar di Peshwar seusai pembebasannya, Ridley menuturkan bahwa selama dirinya ditahan, secara fisik ia tak pernah diperlakukan dengan buruk oleh Taliban. Bahkan, perlakuan yang diterimanya tergolong cukup istimewa. Di dalam tahanan, Ridley dipisahkan dengan penghuni lainnya, termasuk para tahanan wanita. Selain itu, secara khusus, ruang tahanannya telah dibersihkan dari segala gangguan kecoa dan kalajengking. Atas pengakuan Ridley ini, banyak pihak yang mengatakan ibu dari seorang putri bernama Daisy ini terkena Sindrom Stockholm , di mana sandera malah kemudian memihak penyandera.

Tetapi Ridley membantahnya. Dalam sebuah wawancara kepada situs Islamonline, Ridley mengungkapkan saat menjadi tawanan Taliban, seorang ulama mendatangi dirinya. Sang ulama menanyakan beberapa pertanyaan tentang agama dan menanyakan apakah ia mau pindah agama. Saat itu, Ridley takut salah memberikan respons, ia takut dibunuh. Setelah berpikir masak-masak, Ridley berterima kasih pada ulama tadi atas tawarannya yang baik itu. Akhirnya dia mengatakan kepada ulama tadi bahwa sulit baginya membuat keputusan untuk mengubah hidupnya saat sedang menjadi tawanan.

Kepada sang ulama, Ridley berjanji akan mempelajari agama Islam setelah dibebaskan dan kembali ke London. Dengan pernyataan tersebut, akhirnya Ridley dibebaskan. Begitu kembali ke Inggris, Ridley membaca Alquran melalui terjemahannya. Ia mencoba memahami pengalaman yang baru dilewatinya. Setelah membaca Al-Qur’an, hatinya luluh dan takjub. Ia benar-benar takjub karena Tak ada satu pun yang berubah dari isi Al-Qur’an ini, baik titik-titinya maupun yang lainnya sejak 1.400 tahun yang lalu.

Ketika mempelajari Islam, Ridley sangat mengagumi hak-hak yang diberikan Islam pada kaum perempuan dan inilah yang paling membuat dirinya tertarik pada Islam. Dalam buku yang ia tulis setelah pembebasannya, Ridley menceritakan bahwa dirinya juga sempat menemui Dr Zaki Badawi, ketua Islamic Centre London, dan berdiskusi dengannya seputar ajaran Islam. Dari sinilah Ridley memutuskan untuk memilih Islam sebagai keyakinan barunya.

Proses keislaman Ridley ini terjadi pada tahun 2003 silam. Mengenai pilihannya ini, Ridley mengungkapkan bahwa dirinya telah bergabung dengan apa yang ia anggap sebagai keluarga terbesar dan terbaik yang ada di dunia ini (Taliban). Mengingat orang tua Ridley yang beragama Protestan Anglikan, awalnya keluarga juga teman-temannya khawatir dengan keyakinan barunya. Namun melihat kebahagiaan Ridley setelah masuk Islam, keluarga dan teman-temannya pun dapat menerima dia. Terlebih lagi ibu Ridley yang sangat bahagia karena setelah masuk Islam, Ridley meninggalkan kebiasaan lamanya yaitu meminum minuman keras.

Setelah memeluk Islam, Ridley juga memutuskan untuk mengenakan baju Muslim dan jilbab dan masih menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan. Dedikasi Ridley sebagai wartawan memang tak diragukan lagi. Ia ini pernah bekerja pada sederet media bergengsi, seperti News of the World, The Daily Mirror, The Sunday Times, The Observer, The Independent, dan Sunday Express. Redaktur Sunday Express , Martin Townsend, pernah mengungkapkan komentarnya mengenai Ridley, mengatakan bahwa Ridley adalah seorang jurnalis yang sangat berpengalaman dan berani.

Selain itu, Colin Patterson, wakil redaktur dari Sunday Sun, menyebut Ridley sebagai pribadi yang hangat dan bersahabat. Pasca tragedi Lockerbie sembilan tahun lalu, Ridley adalah wartawan pertama yang berhasil mewawancarai Ahmad Jibril, pemimpin populer Front for the Liberation of Palestina (Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina)

Sumber: 
- http://yvonneridley.org/
- http://en.wikipedia.org/wiki/Yvonne_Ridley-
- http://www.youtube.com/watch?v=fFElrB2g7uE&feature=related

Kisah Nyata Keajaiban Sedekah dan Jodoh


Jodoh

Keajaiban sedekah dan jodoh telah banyak dirasakan oleh muslim dan muslimah. Salah satunya adalah wanita lajang berusia 37 tahun ini, yang datang kepada salah seorang ustadz untuk bertanya tentang jodoh. Ustadz Yusuf Mansur menuliskan kisah nyata tersebut dalam buku Kun Fayakun 2:

“Ustadz, cari jodoh susah ya?” tanya wanita itu setelah bertemu sang ustadz.
“Makanya, jodoh jangan dicari, tapi dibeli” jawab ustadz, membuat wanita ini tertawa sekaligus keheranan.
“Beli di mana, Ustadz? Memang ada yang jualan jodoh?”
“Ada!”
“Siapa?”
“Allah, Rabbul ‘alamin,” jawab ustadz mantap, “Kata Rasul ‘Dhau’ mardhakum bish shadaqah’ belilah penyakit dengan sedekah, termasuk penyakit kesepian, yaitu jomblo”
“Insya Allah, Ustadz. Saya akan sedekah”
“Iya, pulang, dah. Insya Allah dapat jodoh. Insya Allah”

Wanita ini pun pulang. Lalu, ia mampir ke masjid di kompleknya. Ia segera mendatangi takmir masjid tersebut.
“Pak, saya ingin sedekah di sini. Kira-kira masjid butuh apa yang bisa saya sedekahkan di sini?”
“Kebeneran, Neng, kami lagi melelang lantai. Satu meternya 150 ribu rupiah” jawab takmir.?

Wanita ini membuka dompetnya. Awalnya, ia hanya mengambil 150 ribu rupiah. Begitu ingat pesan bahwa kalau sedekah kita harus poll, akhirnya ia bersedekah 4 kali lipatnya: 600 ribu rupiah, dapat 4 meter.

“Pak takmir, doain ya, supaya hajat saya terkabul” katanya setelah menyerahkan sedekah.
“Memang, hajatnya apa, Neng?” tanya takmir.
“Ada, rahasia” kata si Neng, merahasiakan keinginannya mendapatkan jodoh. Namun, meskipun takmir tidak tahu apa hajatnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Tahu. Allah mengetahui bahwa wanita ini telah bersedekah dan sangat membutuhkan jodoh.

Tak lama kemudian, datang 4 orang melamar wanita ini, dalam waktu yang berdekatan. Subhanallah, setelah lama menanti jodoh, kini wanita ini malah dikasih Allah pilihan, memilih mana diantara 4 orang yang datang. Angka 4 persis seperti sedekahnya yang bernilai 4 meter lantai Masjid. Subhanallah... sungguh kisah nyata ini menjadi bukti keajaiban sedekah dan jodoh.

[Disarikan dari buku Kun fayakun 2 karya Ust. Yusuf Mansur]